Prevalensi Stunting di Kalteng Turun 3,4 Persen

PALANGKA RAYA – Terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi kronis atau stunting menjadi tantangan berat yang harus dihadapi pemerintah jika ingin mewujudkan generasi emas di tahun 2045.

Pemerintah Provinsi Kalteng sendiri menyadari jika stunting merupakan salah satu penghambat pembentukan SDM unggul. Berbagai upaya pun dilakukan dalam menurunkan prevalensi stunting. Salah satunya dengan mengoptimalkan dan mengefektifkan peran pos pelayanan terpadu (posyandu).

Berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2023, prevalensi stunting di Kalteng turun menjadi 3,4 persen. Dimana pada tahun 2022 mencapai 26,9 persen dan 23,5 persen. Selain itu, pernikahan usia anak juga mengalami penurunan, yang sebelumnya berada di peringkat dua, tahun 2023 berada di peringkat enam dari 38 Provinsi.

Upaya menekan angka stunting dan pernikahan dini itu juga disampaikan Wakil Gubernur Kalteng H Edy Pratowo saat membuka pasar murah di Kabupaten Kapuas, Selasa (19/3/2024) lalu. Edy mengimbau kepada masyarakat Kalteng agar menikah di atas 21 tahun bagi perempuan dan 25 tahun untuk laki-laki.

“Pernikahan usia dini banyak ruginya. Salah satunya menyebabkan lahir anak stunting,” kata Edy yang juga sebagai ketua pelaksana Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Kalteng.
Kenaikan dan Penurunan Prevalensi Stunting Per Provinsi

Sementara sebelumnya, Wakil Presiden Maruf Amin selaku ketua pengarah TPPS memimpin rapat koordinasi terkait stunting di Jakarta. Pada rapat tersebut, wakil presiden mengungkapkan perlu adanya evaluasi target prevalensi stunting 14 persen.

“Semenjak pelaksanaan program tahun 2018, kita melihat tren penurunan stunting yang cukup baik. Namun laporan dari Menteri Kesehatan menyatakan bahwa berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia, prevalensi stunting tahun 2023 adalah sebesar 21,5 persen. Hanya turun 0,1 persen dari tahun 2022,” jelasnya. (rangga)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *