PALANGKA RAYA – Indonesia Corruption Watch (ICW) menemukan bahwa 36 persen atau 506 orang dari 1.396 orang tersangka korupsi di Indonesia, berstatus ASN. Dari jumlah tersebut, mayoritas ASN yang menjadi tersangka, bertugas di pemda.
Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara Agus Pramusinto yang mengungkap hal ini, saat menjadi pembicara kunci webinar “Netralitas ASN” yang berlangsung secara virtual, Rabu (18/10/2023).
“Penyakit politisasi dan korupsi telah memakan banyak korban ASN. Apapun perannya dalam kasus tersebut, baik pelaku utama maupun perantara,” kata Agus.
Menurut Agus, riset Desta (2019) menyebutkan faktor-faktor mendasar yang memicu korupsi di kalangan ASN di negara-negara berkembang. Antara lain, politisasi ASN, rendahnya gaji ASN, kurangnya akuntabilitas, lemahnya mekanisme penegakan hukum, dan prosedur peraturan yang berlebihan.
“Salah satu faktor yang relevan dengan kondisi ASN di negara kita, dan menjadi fokus webinar kita adalah politisasi ASN,” katanya.
Terkait hal tersebut, KPK telah mengingatkan bahwa 2023 merupakan tahun rawan korupsi. Karena merupakan tahun gerbang masuk kontestasi politik tahun 2024. Para kontestan politik memerlukan ‘amunisi’ dana akibat biaya politik tinggi. Dalam catatan KPK, sejumlah kegiatan birokrasi berpotensi menjadi sasaran korupsi. Para kontestan politik tentunya tidak dapat mengeksekusi langsung peluang-peluang tersebut.
“Hal ini hanya bisa dilakukan dengan berkolusi bersama oknum ASN yang memiliki otoritas dalam pengelolaan sumber daya anggaran, SDM dan aset. Serta bersedia menggadaikan integritasnya,” pungkas Agus.
Webinar ini menghadirkan sejumlah narasumber, yaitu Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron, Badan Pemeriksa Keuangan Ahmad Adib Susilo, dan Koordinator ICW Agus Sunaryanto.
Sejumlah pejabat Pemprov Kalteng mengikuti webinar ini secara virtual dari Palangka Raya. Antara lain, Plh Asisten Pemerintahan dan Kesra Herson B Aden, Asisten Perekonomian dan Pembangunan Sri Widanarni, Inspektur Kalteng Saring, serta Kepala BKD Provinsi Kalteng Lisda Ariyana.
Usai webinar, Herson mengingatkan seluruh ASN menjaga netralitas dalam pemilu. Kemudian, tidak menggunakan fasilitas negara untuk mendukung politik praktis. Termasuk tidak memanfaatkan bansos sebagai alat politik.
(TIM/ZK-1)