JAKARTA – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memrioritaskan kursi pendidikan vokasi yang berada di bawah naungan kementerian untuk anak pelaku utama sektor kelautan dan perikanan.
“Ini saya rasa sesuai dengan semangat Ki Hajar Dewantara betapa kita harus membangun ‘inclusive education for all the people‘,” kata Kepala Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM) KKP, Sjarief Widjaja dalam webinar bertema “Pendidikan dan Pelatihan Vokasi di Sektor Perikanan: Refleksi Pemikiran Ki Hadjar Dewantara pada Penelitian dan Kebijakan Masa Kini” di Jakarta, Selasa.
Ia mengatakan bahwa sebanyak 55-70 persen kursi pendidikan vokasi yang diprioritaskan bagi putra-putri pelaku utama sektor kelautan dan perikanan, seperti pembudi daya, penangkap ikan/nelayan, pengolah ikan, dan petambak garam itu merupakan salah satu kebijakan afirmatif KKP.
“Kami sadar masyarakat nelayan dan pembudi daya ikan, pengolah ikan, petambak garam termasuk masyarakat marjinal, jauh dari sentra pendidikan. Sehingga kami memberikan afirmatif kebijakan bahwa kita perlu berpihak pada putra-putri mereka,” katanya.
Dengan terbukanya kesempatan belajar, lanjut dia, maka akan terjadi perputaran roda kehidupan di masyarakat nelayan dan sekitarnya.
“Kami ingin memutus rantai kemiskinan dengan cara menarik mereka keluar, kemudian kita dorong dengan pendidikan yang tinggi. Kemudian kita perkenalkan dengan jejaring yang cukup, dan mereka akan kembali menjadi pengusaha atau pelaku utama di sektor perikanan meneruskan pekerjaan orang tua mereka dengan cara yang sudah modern,” katanya.
Dengan begitu,Sjarief Widjaja mengharapkan akan tercipta transformasi ekonomi di sektor kelautan dan perikanan dengan dukungan penuh dari SDM yang baik, baik dari sisi ilmu pengetahuan, keterampilan maupun perilaku.
Dalam kesempatan sama, Peneliti Pusat Penelitian Kependudukan LIPI, Anggi Afriansyah mengatakan pihaknya mendorong agar sistem pendidikan vokasi di Indonesia berbasis kebudayaan dan kemasyarakatan, itu sejalan dengan gagasan Bapak Pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantara.
“Pendidikan vokasi atau dia menyebutkan sebagai sekolah kepandaian. Dalam konteks pendidikan vokasi, sudah lama Ki Hajar memberikan gagasan seharusnya pengajaran itu sesuai dengan kebudayaan dan kemasyarakatan,” katanya.
Maka itu, ia menambahkan, segala pengajaran hendaklah senantiasa mengutamakan kefaedahan kebudayaan dan kemasyarakatan yang bertumpu pada komunitas.
Ia juga menyampaikan, Ki Hajar Dewantara sudah mengingatkan agar dalam konteks pengajaran juga bukan hanya untuk intelektual, tapi juga untuk perseorangan.
“Ketika kita berhasil mendidik masyarakat maka kita akan memiliki anak-anak dengan keterampilan. Jadi bisa mengakomodasi juga kebutuhan perekonomian di level lokal yang pada ujungnya berkontribusi pada kesejahteraan,” demikian Anggi Afriansyah. (Ant/Zk-2)